Do You Think You Can Run After Reincarnating, Nii-san? : Chapter 3 Bahasa Indonesia

Translator : Maou



Chapter 3 : ——Mimpi Buruk

Orang tuaku meninggal pada saat yang sama ketika aku lulus SMA.
Itu adalah sebuah insiden. Polisi sudah  datang membantu untuk menyelidikinya, tapi penyebabnya masih belum ditemukan.
Sejak itu, Aku hidup bersama adik kecilku.
Dan sejak aku lulus—— semua hal yang menyangkut tentang diriku, telah dirampas oleh adikku.



“Nii-san. A~ahn”

Bibir adikku mendekat ke mulutku yang setengah terbuka.
Dengan menggunakan lidahnya, juga dengan saliva-nya, dia memasukkan makanan yang telah dia kunyah.
Sambil bertahan agar tidak muntah, aku menelan makanannya.
Adikku menjauhkan bibirnya dan tersenyum, membelai bibirnya yang basah dengan jarinya.


“Sungguh lezat kan, Nii-san? Rebusan sayur, dibumbui dengan saliva milikku


Sejak musim semi saat aku berumur 19 tahun, makananku selalu diberi melalui mulut adikku.
Bukan berarti aku sedang disekap. Tangan dan kakiku masih bisa bergerak bebas.
Meski begitu, itu karena memang sudah tugas adikku untuk menyiapkannya.
Dan sejak aku diberitahu hal itu, aku hanya bisa menerimanya.

“Ah, Nii-san, jangan sisakan apapun, itu mubazir~. Seorang kakak yang membuang-buang makanannya——  harus dihukum kan?”

Hentikan, tapi sebelum aku mengatakannya, adikku telah keluar dari ruangan ini.
Aku buru-buru berdiri tapi sebelum aku bisa mengejarnya, aku terjatuh dan terus terjatuh. Tidak peduli sebanyak apapun aku mencoba mengumpulkan kekuatan di tanganku, aku tidak bisa.

Aku terjatuh. Seluruh tubuhku jatuh dalam ketakutan.

Itu karena aku tahu apa yang akan terjadi ketika aku menentang adikku.
Mata itu,  aku sudah, sudah, sudah, sudah melihatnya berulang-ulang.


Zuru, zuru, zuru. (T.N: bunyi  hidung bergetar)



Adikku menarik sesuatu di belakangnya.
Itu adalah seorang wanita, tubuhnya terikat di kursi dan mulutnya disumbat.

Aku mengenalinya.
Dia adalah manajer dari klub yang kuikuti di sekolah.



“E~to…. Kawaetsu Reina-san?”




Kawaetsu melihatku dengan penuh ketakutan, adikku kemudian membungkuk di sebalahnya.
Di tangannya.... ada kilapan dari sesuatu yang berwarna perak....itu pisau dapur.




“Kau tahu, aku melihatnya lho. 27 Juli, selama 56 detik setelah pukul 3:46:32 PM, lebih tepatnya selama 24 detik, aku melihatmu menatap Nii-san dengan  mata yang bergairah tahu?”

Kawaetsu menggoyangkan kepalanya dengan penuh putus asa. Tapi——


“Kau tidak boleh berbohong “

 Adikku dengan santai memegangi tangan Kawaetsu dan mengayunkan pisau itu ke jarinya.

“―――――――――――――――――――――――Apa!!!!!!!!!!!!!!!!”


Kawaetsu berteriak namun tidak terdengar karena mulutnya dibungkam. Air matanya mengalir.

Darah mengalir deras di atas lantai——terlihat seperti ulat yang menggeliat perlahan-lahan.


“Hanya aku seorang yang boleh mencintai Nii-san”

Dengan tersenyum, adikku berkata.

 “Bagi orang sepertimu, ada dua bola mata yang indah di sini, kau menatap Nii-san yang keren. Itulah mengapa——“

Lalu
Adikku mengeluarkan alat yang lain.
Itu adalah——



“——Aku akan mengambilnya oke?”


Dia mengeluarkan pembuka botol.....

Itu digunakan untuk membuka botol bir, dia mengeluarkan pembuka botol yang berbentuk seperti bor yang tajam.

Pembuka yang adikku pegang itu bermodel seperti T dan dengan pasti mendekat ke mata kiri Kawaetsu.
Kawaetsu berniat menggerakkan wajahnya untuk menghindar.
Mata bor itu, dia berniat menghindarinya.
Dia tak bisa kabur.
Adikku telah memeganginya dengan erat, — dia tidak akan bisa menggerakkannya.


“…….Hen…..”



Hentikan.

Hentikan itu.

HENTIKAN ITU!!



Aku hanya bisa berteriak dari dalam hatiku.
Aku pernah menghentikan adikku, saat dia menculik seseorang yang kukenal, kemudian dia mulai menyiksa temanku di depan mataku sendiri.
Itulah mengapa, aku tidak bisa menghentikannya.
Aku tidak akan bisa menghentikannya.



Kemudian mata bor dari pembuka botol itu mendekati mata kanan Kawaetsu, dengan perlahan bergerak mendekatinya.... Lalu ——

◇◇◇―――――――◇◇◇―――――――◇◇◇





 “Jika Nii-san tetap menjadi anak baik, aku tidak akan ‘mengambil’ orang yang kau kenal. Jika kau berjanji....”


Selesai sudah, adikku meninggal Kawaetsu yang sudah tidak bergerak sendirian, lalu dia bilang padaku.


“Karena itulah, jadilah anak yang baik, okay Nii-san? Aku juga tidak ingin waktuku bersama Nii-san dicuri, itulah mengapa——”


Adikku dengan perlahan mendekatiku, menjatuhkan roknya ke lantai.
Dia juga melepaskan kancing blousenya.

Setelah telanjang,  dia membungkuk dan bergerak mendekatiku.



Ayo terus lakukan ini selamanya, Nii-san——”





◇◇◇―――――――◇◇◇―――――――◇◇◇




Hari-hari itu terus berlangsung selama lima tahun.
Bantuan dari polisi tidak pernah datang. Adikku selalu menipu mereka dengan berbagai cara.

Sepertinya adikku merencanakan sesuatu, dia ingin membuat keluarga bahagia bersamaku.
Tapi bagiku, kehidupan seperti itu, yang melucuti diriku sendiri, aku merasa seperti mayat yang punya kesadaran.

Entah itu karena naluriku, ingatanku saat dipenjara——ingatan tentang hubunganku dengan orang lain, bagiku itu sudah jelas seperti data video yang corrupt.
Bahkan walau aku tidak terluka sedikitpun——‘kehendakku’ sudah benar-benar hancur, semua yang kumiliki sudah diambil, aku terpenjara.


Lalu, saat aku sudah tidak bisa merasakan kesadaranku lagi——
Adikku pergi keluar untuk membeli sesuatu.


*kachari*.


Kuncinya tertinggal.
Adikku belum kembali, dan tidak peduli selama apapun aku menuggu, tidak ada seorang pun yang datang.

Aku sadar, karena tiba-tiba melihat cahaya harapan ini.
Aku berdiri, memaksakan kakiku yang gemetaran dan berlari ke arah pintu.


Seperti dugaanku, kuncinya tertinggal.
Aku membuka pintu.
Sudah lima tahun sejak terakhir kalinya aku bisa bernafas di luar.
Kemudian tanpa menggunakan sepatu, aku berlari keluar.


Aku kabur.
Aku kabur
AKU BERHASIL KABUR!!


HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA——————!!!!!!!!!!!”



Aku berlari melewati kota sambil tertawa.
Betapa indahnya kebebasan ini.
BETAPA INDAHNYA DUNIA INI TANPA KEHADIRAN ADIKKU.
Aku seharusnya melaporkannya ke polisi, aku pun berlari kencang——
Lalu.....

“……..Kau benar-benar anak yang nakal, Nii-san.”

Dia menemukanku.
Adikku menemukanku.
Seragamnya terlumuri oleh darah seseorang.
Saat perasaanku masih berkecambuk, adikku meraih tanganku.


 “Baiklah, mari pulang ke rumah? Sudah cukup jalan-jalannya.”


Aku tidak ingin.

Aku tidak ingin.

AKU TIDAK INGIN LAGI.

AKU TIDAK INGIN ITU LAGI. HARI-HARI ITU, HARI-HARI BAGAGAIKAN MIMPI BURUK ITU..!!

Kupikir —— aku mendapat berkah dari surga.
Ada sebuah truk yang berjalan kencang di sisi lain jalan ini.
Aku telah mengambil keputusan.
Kurasa sudah tidak ada pilihan lain.

Aku mendorong——Adikku dengan sekuat tenaga.

Adikku terdorong ke depan truk.
....... Aku berpikir untuk menolongnya.

Untuk sesaat, sebelum aku menyadarinya, adikku telah menggenggam tanganku.


Bersama——”



Adikku tertawa.
Dia lega, dia pun tertawa.
Aku telah tertarik bersama dengan adikku ke sisi jalan yang lain.
Truk itu melaju kencang ke arahku——



——Ah, tapi.

Aku telah terbebas dari hari-hari mengerikan seperti mimpi buruk itu——



Kemudian tabrakan itu mengakhiri semuanya.

Auliyaur Rahman

Seorang remaja yang tertarik menerjemahkan novel untuk kepuasan tersendiri.